Didalam buku yang
ditulis kembali oleh Lukman Hakim yang berjudul
“Regen Boncel : Bupati Caringin- (1992”. Dikisahkan bahwa Regen Boncel
tidak lain bernama Raden B. Wiradijaya (disebutkan juga dibuku H.S
Ranggawaluja), yang memang pada saat itu mempunai kedudukan ditatanan
pemerintahan belanda (Residen). Boncel adalah anak tunggal dari pasangan pak
samar dan bu samariah, dibesarkan didusun Rumpin (Bogor) istrinya bernama
widaningrum sedangkan putranya bernama Raden mas Kusumah Negara, orang tua
boncel adalah seorang petani dari kalangan tidak punya (Miskin), sejak kecil
boncel memang adalah seorang anak yang pandai tekun belajar. Namun, karena
sebuah kesalahan akhirnya boncel mengembara ke luar daerah rumpin. Karena
sifatnya yang berbudi pekerti, nasib baik selalu datang kepadanya. Hingga
akhirnya deretan jabatan dan penghargaan selalu ia dapatkan dalam waktu yang
singkat. Dan tidak menutup kemungkinan terlebih pembesar belanda kekurangan
orang-orang pandai untuk ditempatkan sebagai pegawai agar dapat dengan mudah
memonopoli kegiatan perekonomian diwilayah jajahannya, sehingga membuat boncel
memiliki masa depan yang cerah. Kalau berkaca kebelakang saat kecil boncel
pernah menjadi pengurus kuda bupati cianjur lalu naik lagi menjadi mantri kabupaten sebagai penerjemah bahasa latin
sekaligus mengajar menulis berbahasa belanda hingga suatu ketika diangkat
menjadi Jaksa tasikmalaya, lalu kemudian menjadi demang bandung kidul, sampai suatu saat ia
dinobatkan menjadi bupati caringin pada tahun 1840. sungguh diluar dugaan
jabatan yang ia raih, padahal Boncel bukan dari kalangan bangsawan ataupun
priyayi. Mungkin takdir Kuasa Ilahi sehingga beliau dapat dengan mudah menempuh
kesulitan. Banyak lagi kebijakan dan pola kepempinan boncel yang patut kita
tiru. Terlebih caringin pada saat itu menjadi lumbung padi yang paling
tersohor.
Walaupun pada saat itu kedudukan malah membuat hati boncel tertutup. Walahualam.
Walaupun pada saat itu kedudukan malah membuat hati boncel tertutup. Walahualam.