Nama Banten mulai terdengar menjelang
abad XII. Setidaknya pada abad XII-XV Banten sudah menjadi pelabuhan kerajaan
Sunda. Menurut Ten Dam di daerah sekitar ibu kota kerajaan Sunda yakni
Pajajaran, yang lokasinya sekitar Bogor sekarang, sudah ada dua jalur jalan
darat penting yang menghubungkan daerah pantai utara dengan ibukota. Salah satu
dan jalur darat itu ialah jalan dan ibukota Pajajaran menuju Jasinga, kemudian
membelok ke utara Rangkasbitung, dan berakhir di Banten Girang, yang terletak
kira-kira ± 3 km di sebelah selatan kota Serang atau sekitar ±13 km dan Banten
Lama.
Pada waktu Tome Pires mengunjungi Banten
tahun 1513, Banten merupakan pelabuhan kedua terbesar setelah Sunda Kelapa di
kerajaan Sunda. Hubungan dagang telah banyak dilakukan antara Banten dengan
Sumatera dan banyak perahu yang berlabuh di Banten. Pada waktu itu Banten sudah
merupakan pelabuhan pengekspor beras, bahan makanan, dan lada. Sedangkan
sekitar tahun 1522 Banten sudah merupakan pelabuhan yang cukup berarti, di mana
kerajaan Sunda Kelapa sudah mengekspor 1000 bahar lada pertahun.
Ketika kerajaan Islam berdiri, pusat
kekuasaan di wilayah ini yang semula berkedudukan di Banten Girang, dipindahkan
ke keraton Surosowan di Banten Lama dekat pantai. Dari sudut politik dan
ekonomi, pemindahan ini dimaksudkan untuk memudahkan hubungan antara pesisir
utara Jawa dengan pesisir Sumatera melalui selat Sunda dan Samudera Indonesia.
Situasi ini berkaitan dengan kondisi politik di Asia Tenggara masa itu di mana
Malaka sudah jatuh di bawah kekuasaan Portugis, sehingga pedagang-pedagang
mengalihkan jalur dagangnya melalui Selat Sunda.
Berdirinya keraton Surosowan sebagai ibu
kota kerajaan Banten adalah atas petunjuk dan perintah Sunan Gunung Jati kepada
putranya Hasanuddin yang kemudian menjadi raja Banten pertama. Kedatangan
penguasa Islam ke daerah Banten terjadi kira-kira 1524-1525 pada saat mana
daerah Banten masih berada dalam kekuasaan kerajaan Sunda dengan penguasanya
bernama Rabu Pucuk Umum. Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah yang
menjadi penguasa pertama di Banten tidak mentasbihkan diri menjadi raja pertama
tetapi menyerahkan kekuasaannya kepada putranya Maulana Hasanuddin. Sultan
Hasanuddin dinobatkan menjadi raja Banten pada tahun 1552. Selain membangun keraton
Sunosowan, Hasanuddin juga membangun mesjid di sekitar Banten Lama sekarang.
Hasanuddin digantikan oleh Maulana Yusuf
sebagai raja Banten yang kedua (1570-15 80). Ia telah memperluas wilayah
kekuasaan kerajaan Banten sampai jauh ke pedalaman yang semula masih dikuasai
kerajaan Sunda dan berhasil menduduki ibukota keraja.an di Pakuwan. Maulana
Yusuf memperluas bangunan Mesjid Agung dengan membuat serambi dan juga telah
membangun sebuah mesjid lain di Kasunyatan (selatan Banten Lama). Waktu Maulana
Yusuf wafat yang berhak naik tahta ialah Pangeran Muhammad. Karena waktu itu
pangeran Muhammad masih kecil maka yang bertindak sebagai wali raja ialah
Pangeran Aria Japara.
Salah satu peristiwa penting dan masa
pemerintahan Pangeran Muhammad ialah kedatangan - kapal-kapal Belanda pada
tahun 1596 yang berlabuh dipelabuhan Banten dipimpin oleh Cornelis de Houtman.
Dan merekalah kita mendapat catatan-catatan tertulis yang sangat berharga
tentang Banten. Dan catatan Jan Jansz Kaerel tertanggal 6 Agustus 1596 disebutkan
bahwa kapal-kapal asing yang benlabuh di pelabuhan Banten harus mendapat ijin
Shyahbandar. Untuk masuk ke kota Banten dan pelabuhan terlebih dahulu harus
melalui “‘tolhuis” atau kios pungut pajak.
Dan gambar kota Banten tahun 1596 dapat
dilihat bahwa dekat pasarjuga terdapat mesjid. Kota Banten sebagai ibukota
kerajaan sudah mempunyai pagar tembok dan batu bata, yang berfungsi sebagai
pagar tembok keliling kota. Tentang pasar sebagai pusat perekonomian dapat
dibaca catatan dan Willem Lodewiycksz yang menggambarkan keadaan pasar Banten.
Barang perdagangan yang ada di pasar
Banten terdiri dan barang-barang dan dalam dan luar negeri seperti sutera,
beludru, porselin, sedangkan barang-barang dan daerah selempat ad&ah
barang-barang untuk keperluan sehari-hari seperti buah-buahan, sayuran, cabe,
gula, madu, gambir, bambu, kenis, lombak dan lain-lain.
Untuk jual beli di pasar atau dalam
transaksi perdagangan di Banten sudah digunakan mata uang sebagai alat
pembayaran. Ketika Tome Pires (1513) mengunjungi beberapa pelabuhan di Jawa
mata uang yang dipakai sebagai alat tukar adalah mata uang Cina yaitu Casha
(Caxa). Namun dapat juga disebutkan bahwa mata uang lersebut pada abad XVI
merupakan alat tukar yang utama dalam perdagangan di Banten. Hal terseout telah
membuktikan bahwa Banten pada waktu itu telah mendapat perhatian dan
pedagang-pedagang internasional atau asing.
Mulai abad XVII kondisi
social politik Banten ditandai adanya pengaruh Belanda dalam
kehidupan tata pemenintahan dan perdagangan dikalangan kerajaan, sehinga abad
ini merupakan puncak kemaj uan kerajaan.
Catatan mengenai kota Banten pada abad
XVII dapat kita peroleh dan berbagai sumber. Di sebut bahwa pada tahun 1664
Banten sudah dikelilingi oleh tembok kuat yang terbual dan bata dan bermeniam,
Pada masa pemenintahan Sultan Abu Nash Abdul Qahhar dihenti benteng sekeliling.
Berdasarkan catatan Belanda, benteng ini dibuat oleh Hendrik Lucaszoon Carded.
Di mana iajuga membangun menara dan gedung tiyamah dipelataran halaman Mesjid
Agung.
Pada abad XVII, Banten telah mendapat
kemajuan dalam bidang ekonomi dan perdagangan. Banyak orang asing terutama
orang Asia, melakukan hubungan dagang dengan kerajaan Banten. Orang Gujarat
merupakan penghuhung antara pedagang asing dengan penguasa kerajaan. Pada waktu
itu di Banten terdapat barang-barang mewah yang diperdagangkan hal tersebut
menandakan bahwa tingkat konsumsi dan masyarakat Banten cukup tinggi.
Setiap tahunnya banyak pedagang-pedagang Cina yang berlabuh di
Banten. Kebanyakan dan mereka menukankan barang dagangan meneka dengan lada.
Hal ini telah membuktikan bahwa Banten telah ramai dikunjungi orang asing.
Pada abad 18 rakyat Banten tidak mau
bekerja sama dengan Belanda sehingga banyak pemimpin-pemimpin di Banten bangkit
melawan Belanda. Terutama ketika Banten diperintah oleh Sultan Fathi Muhammad
Zainul Arifin banyak sekali terjadi penlawanan. Hal tersebut sebagai pengaruh
kebijaksanaan Belanda yang sangat menekan Rakyat Banten, misalnya seperti kerja
paksa, dan lain-lain. Akibat dan ini, maka pada tahun 1735 Sultan Fathi
Muhamammad Zainul Arifin ditangkap dan dibuang ke Ambon. Setelah ini kerajaan
dipenntah oleh Sultan Wasi Zainul Alimin yang hanya memenintah selama satu
tahun dan kemudian digantikan oleh Sultan Muhammad Arif Zainul Asikin yang
memerintah sampai tahun 1773. Selanjutnya diteruskan oleh Sultan lshak Zainul
Muttaqin, Kemudian pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Syafiuddin penduduk
dipaksa bekerja utuk membangun sebuah pelabuhan besar di Labuhan. Proyek ini
banyak memakan korban jiwa. Sultan Muhammad Syariuddin merasa prihatin atas
keadian tersebut, ia tidak ingin mengorbankan rakyatnya dan kemudian langsung
menyuruh menghentikan proyek tersebut. Keadaan yang demikian mengakibatkan
Daendels menjadi marah dan memerintahkan Du Puy untuk memperingatkan Sultan.
Karena tindakan Du Puy yang dianggap tdak sopan terhadap Sultan, maka diapun
dibunuh oleh masyarakat di depan keraton. Akibatnya, sebagai tindakan
pembalasan, kemudian Sultan ditangkap dan dibuang ke Ambon.
Setelah itu wilayah Banten diduduki oleh
Belanda, keraton Surosowan dihancurkan, lantainya dibongkar dan dibawa ke
Serang untuk membangun kantor perwakilan Belanda. Walaupun Sultan Muhammad
Rafiuddin masih memerintah, namun kekuasaannya sudah tidak berarti apa-apa
lagi. Waktu itu pusat kerajaan telah dipindahkan ke keraton Kaibon. Pada
tahun 1816, datang utusan dari Belanda di bawah pimpinan Gubernur
Van Der Capellen dan mengambil alih kekuasaan dan tangan Sultan Muhammad
Rafiudin. Oleh Belanda wilayah kekuasaan kerajaan dibagi menjadi tiga kabupaten
yaitu Serang, Lebak dan Cairingin. Maka dengan ini berakhirlah masa kesultanan
di Banten.
Banten adalah
sebuah provinsi di Pulau Jawa, Indonesia. Provinsi ini
dulunya merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, namun dipisahkan sejak
tahun 2000, dengan keputusan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000.
Pusat pemerintahannya berada di Kota Serang.
Geografis
Wilayah
Banten terletak di antara 5º7'50"-7º1'11" Lintang
Selatan dan 105º1'11"-106º7'12" Bujur Timur, berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2000 luas wilayah Banten
adalah 9.160,70 km². Provinsi Banten terdiri dari 4 kota,
4 kabupaten, 154 kecamatan, 262 kelurahan, dan 1.273 desa.
Wilayah laut
Banten merupakan salah satu jalur laut potensial, Selat Sunda merupakan salah
satu jalur lalu lintas laut yang strategis karena dapat dilalui kapal besar
yang menghubungkan Australia dan Selandia Baru dengan
kawasan Asia Tenggara misalnya Thailand, Malaysia,
dan Singapura. Di samping itu Banten merupakan jalur penghubung antara Jawa dan Sumatera.
Bila dikaitkan posisi geografis dan pemerintahan maka wilayah Banten terutama
daerah Tangerang raya (Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota
Tangerang Selatan) merupakan wilayah penyangga bagi Jakarta. Secara ekonomi
wilayah Banten memiliki banyak industri. Wilayah Provinsi Banten juga
memiliki beberapa pelabuhan laut yang dikembangkan sebagai antisipasi
untuk menampung kelebihan kapasitas dari pelabuhan laut di Jakarta dan
ditujukan untuk menjadi pelabuhan alternatif selain Singapura. (Baca
Artikel Lainnya).
Sejarah
Banten atau
dahulu dikenal dengan nama Bantam pada masa lalu merupakan sebuah
daerah dengan kota pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan masyarakat yang
terbuka dan makmur. Banten pada abad ke-5 merupakan bagian dari
Kerajaan Tarumanagara. Salah satu prasasti peninggalan Kerajaan
Tarumanagara adalah Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Lebak, yang
ditemukan di Kampung Lebak di tepi Ci Danghiyang, Kecamatan Munjul,
Pandeglang, Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947 dan berisi 2 baris
kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa
Sanskerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian Raja Purnawarman.
Setelah runtuhnya Kerajaan Tarumanagara (menurut beberapa sejarawan ini
akibat serangan Kerajaan Sriwijaya), kekuasaan di bagian barat Pulau
Jawa dari Ujung Kulon sampai Ci Serayu dan Kali
Brebes dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda. Seperti dinyatakan
oleh Tome Pires, penjelajah Portugispada tahun 1513, Banten
menjadi salah satu pelabuhan penting dari Kerajaan Sunda. Menurut sumber
Portugis tersebut, Banten adalah salah satu pelabuhan kerajaan itu selain
pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Kalapa, dan Cimanuk.
Diawali
dengan penguasaan Kota Pelabuhan Banten, yang dilanjutkan dengan
merebut Banten Girang dari Pucuk Umun pada tahun 1527,
Maulana Hasanuddin, mendirikan Kesultanan Banten di wilayah bekas
Banten Girang. Dan pada tahun 1579, Maulana Yusuf, penerus Maulana Hasanuddin,
menghancurkan Pakuan Pajajaran, ibu kota atau pakuan (berasal dari kata
pakuwuan) Kerajaan Sunda. Dengan demikian pemerintahan di Jawa Barat
dilanjutkan oleh Kesultanan Banten. Hal itu ditandai dengan diboyongnya
Palangka Sriman Sriwacana, tempat duduk kala seorang raja dinobatkan, dari
Pakuan Pajajaran ke Surasowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf. Batu
berukuran 200 x 160 x 20 cm itu terpaksa diboyong ke Banten karena tradisi
politik waktu itu "mengharuskan" demikian. Pertama, dengan
dirampasnya Palangka tersebut, di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja
baru. Kedua, dengan memiliki Palangka itu, Maulana Yusuf merupakan penerus
kekuasaan Kerajaan Sunda yang "sah" karena buyut perempuannya adalah
puteri Sri Baduga Maharaja.
Dengan dihancurkannya Pajajaran maka Banten mewarisi wilayah
Lampung dari Kerajaan Sunda. Hal ini dijelaskan dalam buku The
Sultanate of Banten tulisan Claude Guillot pada halamaan 19 sebagai
berikut: From the beginning it was abviously Hasanuddin's intention to
revive the fortunes of the ancient kingdom of Pajajaran for his own benefit.
One of his earliest decisions was to travel to southern Sumatra, which in all
likelihood already belonged to Pajajaran, and from which came bulk of the
pepper sold in the Sundanese region.
Ketika sudah
menjadi pusat Kesultanan Banten, sebagaimana dilaporkan oleh J. de Barros,
Banten merupakan pelabuhan besar di Asia Tenggara, sejajar
dengan Malaka danMakassar. Kota Banten terletak di pertengahan
pesisir sebuah teluk, yang lebarnya sampai tiga mil. Kota itu panjangnya 850
depa. Di tepi laut kota itu panjangnya 400 depa; masuk ke dalam ia lebih
panjang. Melalui tengah-tengah kota ada sebuah sungai yang jernih, di mana
kapal jenis jung dan gale dapat berlayar masuk. Sepanjang pinggiran kota ada
sebuah anak sungai, di sungai yang tidak seberapa lebar itu hanya perahu-perahu
kecil saja yang dapat berlayar masuk. Pada sebuah pinggiran kota itu ada sebuah
benteng yang dindingnya terbuat dari bata dan lebarnya tujuh telapak tangan. Bangunan-bangunan
pertahanannya terbuat dari kayu, terdiri dari dua tingkat, dan dipersenjatai
dengan senjata yang baik. Di tengah kota terdapat alun-alun yang digunakan
untuk kepentingan kegiatan ketentaraan dan kesenian rakyat dan sebagai pasar di
pagi hari. Istana raja terletak di bagian selatan alun-alun. Di sampingnya
terdapat bangunan datar yang ditinggikan dan beratap, disebut Srimanganti, yang
digunakan sebagai tempat raja bertatap muka dengan rakyatnya. Di sebelah barat
alun-alun didirikan sebuah masjid agung.
Pada awal
abad ke-17 Masehi, Banten merupakan salah satu pusat perniagaan penting dalam
jalur perniagaan internasional di Asia. Tata administrasi modern pemerintahan
dan kepelabuhan sangat menunjang bagi tumbuhnya perekonmian masyarakat. Daerah kekuasaannya
mencakup juga wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Lampung. Ketika
orang Belanda tiba di Banten untuk pertama kalinya, orang Portugis
telah lama masuk ke Banten. Kemudian orang Inggris mendirikan loji di Banten
dan disusul oleh orang Belanda.
Selain itu,
orang-orang Perancis dan Denmark pun pernah datang di Banten. Dalam persaingan
antara pedagang Eropa ini, Belanda muncul sebagai pemenang. Orang Portugis
melarikan diri dari Banten (1601), setelah armada mereka dihancurkan oleh
armada Belanda di perairan Banten. Orang Inggris pun tersingkirkan dari Batavia
(1619) dan Banten (1684) akibat tindakan orang Belanda.
Pada 1
Januari 1926 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan untuk pembaharuan
sistem desentralisasi dan dekonsentrasi yang lebih luas. Di Pulau Jawa dibentuk
pemerintahan otonom provinsi. Provincie West Java adalah
provinsi pertama yang dibentuk di wilayah Hindia Belanda yang diresmikan dengan
surat keputusan tanggal 1 Januari 1926, dan diundangkan dalam Staatsblad
(Lembaran Negara) 1926 No. 326, 1928 No. 27 jo No. 28, 1928 No. 438, dan 1932
No. 507. Banten menjadi salah satu keresidenan yaitu Bantam
Regentschappen dalamProvincie West Java di samping Batavia,
Buitenzorg (Bogor), Preanger (Priangan), dan Cirebon.
Budaya dan nilai
Sebagian
besar anggota masyarakat memeluk agama Islam dengan semangat religius
yang tinggi, tetapi pemeluk agama lain dapat hidup berdampingan dengan damai.
Potensi dan
kekhasan budaya masyarakat Banten, antara lain seni bela diri Pencak
silat, Debus, Rudad, Umbruk, Tari Saman, Tari Topeng, Tari Cokek, Dog-dog,
Palingtung, dan Lojor. Di samping itu juga terdapat peninggalan warisan leluhur
antara lain Masjid Agung Banten Lama, Makam Keramat Panjang, dan masih banyak
peninggalan lainnya.
Di Provinsi Banten terdapat Suku Baduy. Suku Baduy Dalam merupakan
suku asli Sunda Banten yang masih menjaga tradisi antimodernisasi,
baik cara berpakaian maupun pola hidup lainnya. Suku Baduy-Rawayan tinggal di
kawasan Cagar Budaya Pegunungan Kendeng seluas 5.101,85 hektare di daerah
Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Perkampungan
masyarakat Baduy umumnya terletak di daerah aliran Sungai Ciujung di Pegunungan
Kendeng. Daerah ini dikenal sebagai wilayah tanah titipan dari nenek moyang,
yang harus dipelihara dan dijaga baik-baik, tidak boleh dirusak.
Rumah adat
Rumah adatnya
adalah rumah panggung yang beratapkan daun atap dan lantainya dibuat dari
pelupuh yaitu bambu yang dibelah-belah. Sedangkan dindingnya terbuat dari bilik
(gedek). Untuk penyangga rumah panggung adalah batu yang sudah dibuat
sedemikian rupa berbentuk balok yang ujungnya makin mengecil seperti batu yang
digunakan untuk alas menumbuk beras. Rumah adat ini masih banyak ditemukan di
daerah yang dihuni oleh orang Kanekes atau disebut juga orang Baduy.
(Source Click).
22 Nama Pejabat Eselon II di Kabinet
Baru Rano Karno
Serang, Radaronline
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur
Banten Rano Karno, pada Senin (2/6/2014) malam kemarin, melantik 22 pejabat
eselon II di Pendopo Gubernur Banten, Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi
Banten, Curug, Kota Serang, Banten.
Acara pelantikan ke 22 pejabat eselon II tersebut
melalui surat nomor 821.2/KEP.151-BKD/2014 Rano Karno membacakan nama-nama
pejabat eselon II yang baru.
Berikut adalah nama-nama pejabat eselon II yang baru,
diantaranya:
1. Drs H Sigit Suwitarto, MM – Staf Ahli Gubernur Bidang
Pembangunan.
2. H Zainal Mutaqin SP, MM – Staf Ahli Gubernur Bidang
ekonomu dan Keuangan.
3. Ir Widodo Hadi, Sp – Asisten Daerah Pembangunan dan
Kesejahteraan Rakyat.
4. Dr. Ir H. Abdul Karimil Fatah, MM, M.Si – Asisten
Daerah Administrasi Umum.
5. drg Sigit Wardojo, M.Kes – Kepala Dinas Kesehatan.
6. H Engkos Kosasih Samanhudi, S.Pd, MM, M.Si- Kepala
Dinas Pendidikan.
7. Drs H Opar Sochari – Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga.
8. Ir Hj Eneng Nurcahyati – Kepala Dinas Pertanian dan
Peternakan.
9. Ir. H Muhammad Husni Hasan, CES -Kepala Dinas Bina
Marga dan Tata Ruang.
10. Drs Wira Hadikusuma – Kepala Biro Organisasi.
11. Drs H Dian Wirtadipura, M.Si -Kepala Biro Perlengkapan
dan Aset.
12. Drs Wahyu Wardhana, MA -Kepala Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan Daerah.
13. Drs Cepi Safrul alam , M.Si -Kepala Dinas Perhubungan,
Komunikasi, dan Informatika.
14. Drs Hudaya,MM -Kepala Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi.
15. Ir H Moh. Yanua, MP -Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah.
16. H Sutadi, ST M.Si -Kepala Badan Lingkungan Hidup
Daerah.
17. Ir H Agus M Tauchid -Kepala Badan Ketahanan Pangan dan
Penyuluhan.
18. Mashuri ST -Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modaldan
Pelayanan Terpadu.
19. Dra E Suhaeti, MSi -Kepala Badan Perpustakaan dan
Arsip Daerah.
20. Drs H Kurdi Matin, MM -Kepala Badan Kepegawaian
Daerah.
21. H Anwar Mas’ud, SH MSi -Kepala Badan Pendidikan dan
Pelatihan.
22. H Khairul Amri Chan, SE. MM -Kepala Badan Pemberdayaan
Perempuan dan Masyarakat Desa.