Daerah Banten Lama, yang nama kotanya Surosowan, menjadi pusat pemerintahan kesultanan sejak 8 Oktober 1526. Pendirian kota lengkap dengan prasarananya yaitu: keraton, alun-alun, masjid dan lain-lain. Banten telah menjadi wilayah yang lebih maju daripada dahulu.
Pangeran Surya telah menduduki tahta KesultananBanten dengan nama Sultan Abdul Fattah dan lebih dikenal dengan gelar Sultan AgengTirtayasa (1651-1682). Banten pernah diperintah oleh beberapa penguasa. Ketika Belanda menginjakkan kaki pertama kali di Banten. Fase awal Sultan Abdul Kadir memegang kekuasaan, masih penuh dengan pemberontakan dan perbedaan dalam monopoli dagang antara Banten dengan Kompeni Belanda sehingga hubungan antara Banten dan Batavia semakin memburuk. Sultan Ageng Tirtayasa dilantik menjadi Sultan pada tahun 1651 M. Beliau menggantikan kakeknya yaitu Sultan Abdul Ma’ali Ahmad yang meninggal pada tahun itu juga. Dalam pemerintahannya, Sultan Ageng Tirtayasa mengadakan pembaharuan, antara lain dengan mengurangi Dewan Agung yang merupakan penasehat dari para sultan sebelumnya. Semua keputusan pemerintahan dilakukan sendiri dan dibantu oleh penasehat dekatnya saja.
Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan agar para anggota Dewan Agung dipindahkan ke Istana Surosowan yang berada di dekat pantai di Teluk Banten. Sultan Ageng Tirtayasa melakukan usaha lainnya untuk kemakmuran negerinya yaitu membuat saluran antara Pontang dan Tanahara agar dapat dilayari kapal dan dapat mengairi daerah sekitarnya.
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, pelayaran dan perdagangan Banten lebih dikembangkan sesuai dengan kebijakan Pemerintah Banten pada waktu itu. Usaha-usaha yang dilakukan Sultan Ageng Tirtayasa menjadikan Banten sebagai wilayah yang bersaing dengan VOC dan disegani bangsa lainnya. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa pula, pelabuhan Banten berkembang menjadi ekspor internasional. Sultan Ageng Tirtayasa telah menunjuk putra sulungnya yaitu Pangeran Gusti dan lebih dikenal sebagai Sultan Haji yang pada saat itu masih muda sebagai putra mahkota untuk menghindari perang yang dapat terjadi akibat pergantian pimpinan. Sultan Haji mempunyai wewenang yang cukup besar sehingga semua kebijakan Sultan Ageng Tirtayasa harus merupakan hasil musyawarah antara Sultan Ageng, penasehat dan putra mahkota. Sultan Ageng memberikan Sultan Haji kekuasaan untuk mengatur semuaurusan dalam negeri di Kraton Surosowan, sedangkan urusan luar negeri sepenuhnya masih dipegang oleh Sultan Ageng Tirtayasa.
Sejak itu Sultan Ageng pindah ke Kraton Tirtayasa yang terletak di Pontang, desa Tirtayasa, karena itulah Sultan disebut sebagai Sultan Ageng Tirtayasa. Kepindahan Sultan Ageng Tirtayasa tersebut dimanfaatkan oleh Belanda untuk mendekati Sultan Haji, dan pada akhirnya Sultan Haji sedikit demi sedikit dapat dipengaruhinya. Di bidang perdagangan maupun bidang lainnya, pihak Kompeni Belanda banyak mendapatkan kemudahan, bahkan dalam setiap upacara penting di istana, wakil Belanda selalu hadir. Sultan Haji dan Belanda memiliki hubungan yang semakin dekat sehingga bisa merubah tingkah laku Sultan Haji dalam kehidupan sehari-hari, seperti cara berpakaian, makan dan sebagainya. Sultan Haji banyak meniru kebiasaan-kebiasaan orang Belanda yang dirasakan asing oleh masyarakat Banten, sehingga sebagian masyarakat dan pembesar kerajaan tidak menyukainya. Pada awal kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa, adanya pertumbuhan penduduk yaitu sekitar 150.000 jiwa menjadi 200.000 jiwa pada akhir kekuasaannya. Secara keseluruhan, kebijakan Sultan Ageng Tirtayasa sangat memajukan perdagangan luar negeri maupun pertanian di daerah pedalaman tergolong berhasil. Selama masa pemerintahannya, Sultan Ageng selalu dihadapkan pada perjuangan yang gigih untuk mempertahankan eksistensi dan kemerdekaan Kesultanan Banten dari ancaman armada Kompeni Belanda, yang mempunyai tempat kedudukan di Batavia (dulu Jayakarta dan sekarang Jakarta) sejak tahun 1610. Berkat perjuangannya itu Sultan Ageng Tirtayasa ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai Pahlawan Nasional.
Sejak abad ke-16 hingga awal abad ke-19. Kesultanan Banten memperlihatkan keberadaannya sebagai Kerajaan Islam di Nusantara. Kesultanan ini mengalami masa kejayaan pada abad ke-17, namun juga pada akhir abad tersebut sebagai awal kemundurannya.
Sumber :
Studi Kebantenan dalam Catatan Sejarah.
(Iwan Ridwan, S. Pd.I., M. Pd.I.dkk)