Semenjak berdirinya Kesultanan Banten, Para sultan yang memimpin tidak hanya sebagai penguasa pihak pemerintah, tetapi juga sebagai penyiar agama Islam, ada yang berperan sebagai da’i, imam shalat, guru dan penggerak pendidikan Islam. Terlebih lagi dengan para ulama yang tidak hanya berperan sebagai penyampai ajaran Islam, tetapi harus berhadapan dengan kondisi masyarakat yang berada dalam jajahan Bangsa Belanda juga berhadapan dengan kehidupan masyarakat yang kental dengan tahayul, bid’ah dan khurafat. Para ulama Banten menyadari betul jika untuk merubah pola fikir dan kehidupan masyarakat Banten harus dilakukan dengan penguasaan ilmu termasuk ilmu agama Islam, tetapi masyarakat Banten tidak dapat memenuhi harapannya karena keterbatasan lembaga pendidikan dan harus berhadapan dengan aturan penjajah Belanda yang pilih kasih dalam memberi kesempetan anak pribumi untuk bersekolah. Menyebabkan para ulama berupaya untuk memenuhinya sendiri, dimulai dengan mengajarkan agama Islam secara individual di rumah dan masjid terdekat, berkembang sampai mendirikan lembaga pendidikan yang sesuai dengan kehendak dan kebutuhan masyarakat Banten dan sekitar Banten.Sementara itu di Banten pengadilan disusun menurut pengertian Islam. Pada masa sultan Hasanuddin memegang kekuasaan, pengaruh hukum Hindu sudah tidak berbekas lagi. Karena di Banten hanya ada satu pengadilan yang dipimpin oleh Qodhi sebagai hakim tunggal. Lain halnya dengan Cirebon yang pengadilannya dilaksanakan oleh tujuh orang menteri yang mewakili tiga sultan yaitu Sultan Sepuh, Sultan Anom dan Panembahan Cirebon kitab hukum yang digunakan adalah pepakem Cirebon, yang merupakan kumpulan macam-macam Hukum Jawa Kuno, memuat Kitab Hukum Raja Niscaya, Undang-Undang Mataram, Jaya Lengkara, Kontra Menawa dan Adidullah. Namun satu hal yang tidak dipungkiri bahwa pepakem Cirebon tanpa adanya pengaruh hukum Islam. Belanda pertama kali menginjakan kakinya di pelabuhan Banten pada tahun 1596. Bagaimana mulai berjalannya Peradilan Agama di sana dan bagaimana sikap Belanda terhadap Peradilan Agama di daerah ini, kiranya perlu diketahui bagaimana awal masuknya Islam di Banten.
Setelah kota Banten, salah satu kota pelabuhan dari kerajaan Pakuan-Pajajaran dapat dikuasai oleh Falatehan, segeralah dibentuk pemerintahan atas nama Sultan Demak. Tak lama kemudian dapat dikuasai pula Sunda Kelapa, juga salah satu kota pelabuhan dari Pakuan-Pajajaran yang kemudian diberi nama Jayakarta dan dijadikan wilayah dari kesultanan Banten. Cirebon sebagai kota pelabuhan terakhir dari Pakuan-Pajajaran diduduki pula ole Falatehan, selaku abdi dari Sultan Demak dalam rangka penyebaran agama Islam, sehingga Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon menjadi wilayah kekuasaan Demak. Pada tahun 1552 Falatehan pindah ke Cirebon dan terus memerintah daerah ini, sedang pemerintahan di Banten diserahkan kepada putera sulungnya Hasanudin. Pada tahun 1568 Hasanudin menyatakan kesultanan Banten sebagai negara merdeka, bebas dari kekuasaan Demak, dan mulai mengatur pemerintahannya sendiri. Di antaranya menata pelaksanaan peradilan di kesultanan tersebut. Orang-orang Banten, sebelum kekuasaan negara direbut oleh Falatehan sudah mulai masuk Islam. Hal itu dipermudah oleh karena syahbandar di Banten dan yang memerintah kota itu atas nama Prabu Siliwangi, sudah lebih dahulu memeluk agama Islam. Orang-orang Banten, sebagai orang yang baru saja memeluk agama Islam amatlah giat dalam menjalankan agamanya dan memegang teguh pada hukum Islam. Meskipun Cirebon didirikan hampir bersamaan dengan kesultanan Banten, akan tetapi lapisan atas dari penduduk Cirebon, yang berasal dari Demak, masih kokoh terikat dengan norma-norma hukum dan adat kebiasaan Jawa-kuno. Hal tersebutberpengaruh pada perkembangan peradilan di dua kesultanan tersebut. Pengadilan di Banten disusun menurut pengertian Islam. Pengadilan yang pernah ada dan berjalan berdasar pada hukum Hindu sebagai bentukan dari kerajaan Pakuan-Pajajaran, diwaktu Sultan Hasanudin memegang kekuasaan sudah tidak nampak lagi bekas-bekasnya sedikitpun. Pada abad ke-17 di Banten hanya ada satu macam pengadilan, yaitu yang dipimpin oleh qadhi sebagai hakim tunggal. Kalaupada abad ke-17 kesultanan Banten sudah sempurna menerapkan hukum Islam, maka pada awal abad ke-17 penguasa kerajaan Mataram baru masuk agama Islam. Akan tetapi dengan masuknya penguasa kerajaan Mataram ke dalam agama Islam pada permulaaan abad ke-17 tersebut penyebaran Islam hampir meliputi sebagian besar wilayah Indonesia karena wilayah kekuasaan kerajaan Mataram hampir meliputi seluruh wilayah Indonesia.
***
Sumber :
Studi Kebantenan dalam Catatan Sejarah
(Iwan Ridwan, S. Pd.I., M. Pd.I.dkk)