· Danau buatan Tasikardi yang dibangun
pertama kali oleh Sultan Maulana Yusuf ini luasnya 6,5 ha. Lokasinya di Desa
Margasana, Kecamatan Kramatwatu berada 2 km di sebelah tenggara keraton
Surosowan. Dari hasil penelitian para arkeolog, dasar danau seluruhnya terbuat
dari ubin bata dan ditengah-tengah danau dibangun sebuah pulau kecil yang
diberi nama Pulau Kaputren.
Semula tempat
peristirahatan yang dibangun di tengah pulau diperuntukan ibunda sultan untuk
tafakur mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Tetapi kemudian berkembang
menjadi tempat penerimaan tamu-tamu negara. Semua tamu yang pernah diterima
ditempat ini umumnya merasa puas dan terkesan. Sayangnya bangunan tempat
peristirahatan itu kini tinggal pondasinya saja, antara lain bangunan turap
yang mengelilingi pulau 40 m x 40 m dengan ketinggian 2-3 m. Kemudian bangunan
kolam untuk mandi dan bekas bangunan vila yang konon sangat indah dan artistik.
Menurut cerita rakyat,
danau Tasikardi sengaja dibangun untuk menyimpan selir-selir raja yang cantik
jelita. Agar semua dayang-dayang yang cantik itu aman, maka di danau itu
dipelihara puluhan buaya. Hanya dengan menggunakan perahu khusus seseorang bisa
berkunjung ke pulau tersebut.
Tetapi
Cornelis de Bruin, tamu kehormatan dari negeri kincir angin yang diterima
Sultan Banten pada tahun 1706 tidak menceritakan tentang adanya buaya-buaya
yang dipelihara di danau itu. De Bruin hanya menulis dalam laporannya, bahwa
istana yang dikelilingi air itu pernuh dengan wanita-wanita yang bersenjata.
Rupanya tempat menerima tamu kehormatan itu terdapat 850 wanita yang menjaga
keamanan disekitar lokasi tersebut.
Air
danau berasal dari saluran irigasi yang bersumber dari sungai Cibanten. Dari
danau itulah sebagian airnya untuk irigasi sawah disekitar Tasikardi dan
sebagian lagi disalurkan untuk bahan baku air bersih lewat penjernihan air yang
dinamakan Pengindelan Abang, Pengindelan Putih, Pengindelan Emas.
Teknik
penjernihan air pada waktu itu menggunakan pasir dan ijuk. Air yang sudah
diproses menjadi bersih kemudian disalurkan ke keraton lewat pipa terekota,
tanah liat yang dibakar dengan garis tengah 40 cm. Bangunan yang disebut pengindelan seperti
bungker berukuran 8 x 5,5 m dibangun oleh Hendrik Lucaszoon Cardeel.